Rabu, 14 Mei 2008

Belajar kematian dari virus

Setiap manusia memiliki kuota umur sesuai ketetapan Allah swt. Bahkan, setiap sel dalam tubuh manusia memiliki “alarm”. Ia berfungsi menghentikan aktifitas biologis sesuai jatah waktu yang ia miliki.
Alarm pada tingkat sel ini disebut telomer, suatu struktur asam nukleat. Ia terletak pada ekor etiap kromosom. Ketika sel membelah diri melalui proses mitosis. Telomer akan memendek. Semakin sering sel membelah diri, usianya pun semakin pendek mendekati kematian.
Bagi sel, kematian adalah sebuah gerbang makrifat. Kematiannya akan bermanfaat serta tentu bermartabat. Sel mati membawa mandat suci kembali ke hadirat ilahi tidak akan membawa secuilpun berupa materi, melainkan nilai dan harga diri. Sel akan kembali dalam keadaan lillah, tanpa kepentingan, tidak disaput ketakutan, justru penuh kebahagiaan.
Keluarga monera, yang kita kenal ebagai virus, adalah sebuah contoh. Kematia, bagi virus, adalah sebuah jalan. Kematian juga merupakan thawaf penghabisan dan sebuah muara kerinduan baginya. Virus menyadari peran dirinya punya batas, dan peran terbesar dirinya adalah saat ia berani menghadapi sebuah kematian yang telah ditetapkan.
Virus adalah keluarga sederhana. Ia tak banyak memiliki harta dunia. Dibalik bajunya yang lusuh dan bersahaja. Ia hanya menyimpan seutas dua utas asam nukleat bernama DNA atau RNA. Virus teramat miskin, bahkan hampir tak punya organela (dalam kehidupan nyata idenrik dengan mobil, handphone, mesin cuci, kompor gas, AC, atau kulkas).
Virus tawadhu mengimani bahwa tugasnya adalah menjalan kan kewajiban fardhu sebagai bagian sunatullah. Virus iklas menerima dirinya, mesiku dicap sebagai perusak dan perusuh. Terutama bagi HIV dan kerabatnya, yang di vonis sebagai musuh bersama umat sedunia. Padahal, HIV dan seluruh keluarga besarnya adalah utusan Alllah. Ia mengemban misi suci, sebagai bagian dari kesetimbangan hukum Allah di alam semesta. Virus tidak akan pernah menyakiti bahkan tidak sedikitpun berniat demikian. Virus adalah mahluk kaffah dalam bertasbih, yang tidak bisa diajak kompromi dalam kebatilan, dan tak akan pernah terbujuk rayuan setan.
Virus menjadi banyak dan berkenbang biak semata karena perintah Allah. Semata karena manusia mengacaukan sistim indah penuh rahmah. Virus kecil, yang ukurannya hanya bersekala micron, tampa disadari justru membantu manusia mengintrospeksi dirinya, menyeimbangkan populasi bakteri (melalui aktifitas bakteriofaga), memindahkan banyak sifat DNA, dan membantu manusia menggenal keselarasan melalui sebuah drama berjudul proses neoplasma alias kanker.
Virus tabah ini amat sadar, akhir perjalanan hidupnya adalah saat ia harus melaksanakan wukuf terakhir di sel “penjamu”. Lambaian lembutnya saat thawaf ifadah di kabah ribosom meng akhiri masa hidupnya yang bernuansa husnul khatimah. Virus yang bersahaja memulai ibadah wajib terakhirnya, bagaikan seorang manusia yang berhaji. Ia mengambil miqat dan mengawali kembali sebuah perjalanan yang dipenuhi kerinduan hati. Perlahan, helai demi helai irhamnya tanggal. Ia masuk kedalam pusaran thawaf menembus membran keakuan. Inti hidupnya diserahkan kepada “tangan-tangan” Allah yang membimbingnya menapaki sebuah kematian.
Kematian virus tua membuahkan ribuan generasi muda kuat dan jutaan manusia yang bertaobat. Virus, dengan amaliayah kontributifnya, membuat kematiannya menjadi ujung sebuah penantian, puncuk segala kerinduan, dan bukti bahwa hukum Allah telah sempurna dilaksanakan.
Semoga kita mampu meneladani kehidupan virus, yang menyongsong kematian penuh martabat, penuh manfaat, setra mampu membuka gernbang makrifat. Wallahua’lam.

1 komentar:

AK47 mengatakan...

trimakasih...atas informasih, sungguh sangat membantu sekali!!!!!